Panduan Hukum Perceraian Dalam Islam

Badan Pusat Statistik menerbitkan data mengenai angka perceraian yang terus mengalami eskalasi pada tahun 2021 sebanyak 447.743 kasus, dimana pada tahun 2020 hanya berada pada 291.677 perkara. Hal yang mencengangkan ialah, jumlah tersebut baru merujuk pada perceraian orang islam saja.

Angka pengajuan permohonan Sidang Cerai Talak tertinggi bersumber dari daerah Jawa Barat dengan angka 23.971, kemudian menyusul Jawa Timur dan Jawa Tengah secara berurutan memiliki angka 25.113 dan 18.802 kasus.

Ragam faktor dapat mengindikasikan terjadinya perceraian seperti misalnya perselingkuhan, tingginya ekpektasi terhadap pasangan, komunikasi yang buruk, minimnya kesadaran akan tanggungjawab hingga problematika perekonomian.

Bagaimana sudut pandang hukum islam mengenai perceraian? Berikut pembahasannya untuk Anda.

 

Definisi Dan Hukum Perceraian Dalam Islam (Serta Dalilnya)

ilustrasi perceraian dalam islam Kandara Law

Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyebutkan perspektifnya mengenai perceraian, menurut KHI putusnya perkawinan yang disebabkan oleh perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian (Pasal 114).

Disebutkan dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 mengenai sebab dari putusnya perkawinan yaitu karena kematian, perceraian, dan atas putusan Pengadilan. KHI juga menekankan pada Pasal 115 bahwa perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

Cerai yang diharamkan ialah cerai yang menimbulkan mudharat pada salah satu dari suami ataupun istri, dimana perceraian tidak menghasilkan manfaat yang lebih baik dari pada mudharatnya, atau manfaatnya sama dengan mudharatnya.

Siapa saja perempuan yang meminta (menuntut) cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan maka diharamkan bau surga atas perempuan tersebut,” (HR. Abu Dawud, Al-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Hukum perceraian akan menjadi wajib apabila mudharat yang menimpa salah satu dari suami ataupun istri tidak bisa dihilangkan kecuali dengan talak. Karena Rasulullah pernah bersabda “Ceraikan dia…” kepada seseorang yang mengeluh perihal kejahatan istrinya (Diriwayatkan Abu Daud).

 

Macam-Macam Talak Dalam Islam

ilustrasi talak dalam islam Kandara Law

Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan (Pasal 117 Kompilasi Hukum Islam), dimana talak terbagi menjadi:

1. Talak Raj`I

Ketika suami mengucapkan talak untuk pertama kali atau kedua kalinya (kesatu atau kedua), disini suami berhak rujuk asalkan selama isteri masih dalam masa iddah, dan dilakukan tanpa akad nikah yang baru.

Ketika ingin kembali bersama namun masa iddah telah habis, maka pihak suami wajib mengucapkan ijab qabul kembali.

2. Talak Ba`in Shughraa (kecil)

Talak Ba’in adalah talak yang tidak diperbolehkan untuk rujuk, dan setiap talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama adalah talak ba’in shughraa.

Pasal 119 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan kalau talak Ba`in Sughra adalah talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah.

Ketika terjadi talak bai’n shughraa dan sang suami ingin rujuk, dimana sang istri masih dalam masa iddah, maka harus dinikahkan lagi dengan akad yang baru.

3. Talak Ba`in Kubraa (besar)

Perlu diingat! Talak Ba’in tidak diperbolehkan untuk rujuk. Talak jenis ini adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya, dan tidak dapat dinikahkan kembali.

Kecuali apabila mantan istri telah menikah dengan pria lain kemudian terjadi perceraian, setelah habis masa iddahnya maka mantan suami sebelumnya boleh menikah dengan mantan istrinya kembali.

4. Talak Sunny

Merupakan talak yang dibolehkan yaitu talak yang dijatuhkan terhadap isteri yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu suci tersebut.

5. Talak Bid`I

Adalah talak yang dilarang, yaitu talak yang dijatuhkan pada waktu isteri dalam keadaan haid atau isteri dalam keadaan suci tapi sudah dicampuri pada waktu suci tersebut.

6. Talak Taklik

Ketika pasangan suami istri memiliki perjanjian yang bilamana dilanggar dapat mengakibatkan terjadinya talak, dan ketika isi dari perjanjian itu terlaksana maka terjadilah talak taklik.

 

Jenis Masa Iddah

masa iddah dalam islam

Masa iddah merupakan masa tunggu bagi istri setelah bercerai, dengan ketetapan sebanyak 90 (sembilan puluh) hari lamanya masa iddah untuk perceraian, dan 130 (seratus tiga puluh) hari masa iddah bagi istri yang ditinggal meninggal suami.

Apabila perkawinan putus karena perceraian lalu istri tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu atau masa iddah ditetapkan sampai istri melahirkan, hal ini berlaku juga bagi istri yang ditinggal meninggal oleh suaminya.

Selama dalam masa iddah ini istri wajib menjaga dirinya dengan tidak menerima pinangan dan tidak menikah dengan pria lain. Kemudian mantan suami wajib menyediakan tempat tinggal atau kediaman bagi mantan istri dan anak-anaknya yang masih dalam masa iddah.

Perhitungan masa iddah bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak jatuhnya Putusan Pengadilan Agama yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, sedangkan bagi perkawinan yang putus karena kematian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak kematian suami.

 

Jenis-Jenis Cerai Dalam Islam

Kategori cerai selain cerai mati digolongkan kedalam beberapa bentuk, yaitu berupa putusan perceraian, ikrar talak, khuluk atau putusan taklik talak, yang mana hanya dapat dibuktikan dengan surat cerai berbentuk putusan dari Pengadilan Agama.

Walaupun pada hakikatnya talak dari suami menandakan perceraian secara agama, namun belum dinyatakan sah secara hukum negara, karena perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang Pengadilan Agama.

Jenis dari perceraian dalam islam digolongkan atas subjek yang mengajukan permohonan, seperti misalnya dari pihak suami maka akan tergolong kedalam sidang ikrar talak, apabila istri yang mengajukan maka jenisnya adalah sidang gugat cerai.

1. Cerai Talak Oleh Suami

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan, dimana putusannya berkekuatan hukum tetap.

Suami yang mengajukan ikrar talak dapat secara pribadi atau diwakilkan kuasa hukumnya untuk melafadzkan ikrar talak pada persidangan di hadapan Majelis Hakim. Apabila saat sidang pembacaan ikrar suami dan kuasa hukumnya tidak datang, maka ia diberikan waktu selama 6 (enam) bulan untuk mengucapkan ikrar dipersidangan. Apabila lewat waktu, maka pernikahan masih dianggap sah secara agama dan negara.

Jenis talak seperti yang sudah dijelaskan diatas yaitu talak raj`i, talak ba`in (sugra dan kubra), talak suni, talak bid`i, dan talak taklik.

2. Gugat Cerai Istri

Pada PP No 9 Tahun 1975 disebutkan cerai gugat adalah suatu gugatan perceraian yang diajukan oleh pihak isteri atau kuasanya, kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.

Selain gugat cerai seperti yang telah dijelaskan di atas, apabila dilihat dari sudut pandang istri sebagai pemohon, terdapat pula istilah KHULU.

a) Khulu’ atau Khuluk

Khulu adalah istilah islam untuk perempuan yang mengajukan cerai, tentunya harus disertai dengan alasan yang jelas. Menurut KHI, Khulu terjadi atas permintaan isteri dengan syarat memberikan tebusan atau iwadl kepada dan atas persetujuan suaminya.

Apabila seorang isteri hendak mengajukan gugatan perceraian dengan jalan khuluk, maka ia wajib menyampaikan permohonannya kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggalnya disertai dengan alasan yang jelas (KHI Pasal 148).

Dalam kurun waktu maksimal satu bulan, kedua pasangan akan dipanggil untuk didengar keterangannya. Setelah diberikan penjelasan akibat khulu dan nasihat, kemudian suami dan istri tersebut sepakat atas iwadl atau tebusan, maka Pengadilan Agama memberikan penetapan tentang izin bagi suami untuk mengikrarkan talaknya didepan sidang Pengadilan Agama.

3. Fasakh Pembatalan Perkawinan

Perceraian juga dapat diakibatkan oleh Fasakh, yang merupakan pembatalan perkawinan atas alasan yang tidak memungkinkan perkawinan ini dilanjutkan, misalnya karena penyakit berat, gangguan jiwa, atau hal yang membuat tujuan pernikahan hilang.

Alasan pembatalan perkawinan dapat ditemukan dalam Kompilasi Hukum Islam, rangkumannya berupa:

a) Seorang suami yang melakukan poligami tanpa izin dari Pengadilan Agama;

b) Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi istri dari pria lain yang mafqud;

c) Perempuan yang dinikahi ternyata masih dalam iddah dari suami lain;

d) Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan sebagaimana ditetapkan dalam pasal 7

Undang-undang-undang No 1 Tahun 1974 (pria 19 tahun dan wanita 16 tahun);

e) Perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak;

f) Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan;

g) Perkawinan dilangsungkan dibawah ancaman yang melanggar hukum; dan

h) Apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau isteri.

Yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan adalah:

a) Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari suami atau istri;

b) Suami atau istri itu sendiri;

c) Pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan menurut undang-undang; dan

d) Para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacat dalam rukun dan syarat

perkawinan menurut hukum islam dan peraturan perundang-undangan.

 

Syarat Sah Perceraian Dalam Islam

syarat sah cerai dalam islam

1. Ikrar Talak

Pelafalan talak dianggap sah apabila diucapkan dalam keadaan sadar, tanpa paksaan, tidak dalam keadaan mabuk, maupun kondisi marah. Kemudian diungkapkan sejelas mungkin tanpa ambiguitas atas pernyataannya tersebut.

2. Kesepakatan Bersama

Biar bagaimanapun keputusan bercerai perlu disepakati bersama, bukan terpengaruh oleh kepentingan dari pihak lain. Sehingga pengajuan permohonan cerai di pengadilan akan berjalan dengan lancar dan tanpa hambatan.

3. Istri dalam keadaan suci

Dianjurkan demikian karena setelahnya istri akan menghadapi masa iddah, yang mana ketentuan ini tidak berlaku pada golongan wanita menopause, sedang hamil, belum pernah haid, hingga istri yang di talak khulu namun belum dicampuri.

 

Alasan Perceraian Menurut Undang-Undang

Kompilasi Hukum Islam Pasal 116 menyebutkan varian alasan yang dapat mendukung terjadinya perceraian, seperti halnya:

1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

2. Salah satu pihak mninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;

5. Sakah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri;

6. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;

7. Suami melanggar taklik talak; dan

8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.

Baca Juga: Istri Minta Cerai Karena Tidak Bahagia

 

Pembagian Harta Cerai Dalam Islam

pembagian harta cerai dalam islam

Merujuk pada klasifikasi harta baik itu pada masa sebelum dan selama perkawinan, dan yang diperoleh sendiri-sendiri atau didapatkan secara bersama (harta bersama), dari situ tidak menutup kemungkinan timbulnya harta milik masing-masing dari suami atau istri.

Ketika terjadi perceraian, maka harta bersama dapat dibagi dalam sidang gono-gini, setelah putusan cerai terbit. Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa harta bersama akan dibagi dua sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.

Baca juga: Panduan Pembagian Harta Gono-Gini Dalam Islam

Pembagian harta akan sangat mudah apabila telah diatur dalam perjanjian perkawinan, dikarenakan perjanjian perkawinan umumnya membahas mengenai pisah harta.

 

Hak Asuh Anak saat Cerai Dalam Islam

hak asuh anak pasca perceraian

Kemudian untuk hak asuh anak saat perceraian terjadi, mengikuti ketentuan KHI dimana hak asuh anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya.

Ketika dia telah genap dan lewat usia 12 tahun atau sudah mumayyiz maka diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibu sebagai pemegang hak asuhnya. Ketika terjadi perceraian maka biaya pemeliharaan anak ditanggung oleh ayahnya.

Mumayyiz adalah kondisi dimana anak yang sudah bisa membedakan sesuatu yang baik dan yang buruk bagi dirinya.

 

Akibat Hukum Perceraian

Akibat hukum dari terjadinya perceraian apabila dicermati dari UU Nomor 1 Tahun 1974 bahwa perceraian dapat menimbulkan konsekuensi seperti harta, hak asuh anak (hadhanah) dan status pernikahan.

Menurut Pasal 41 Undang-undang No 1 Tahun 1974 menyinggung tentang akibat putusnya perkawinan karena perceraian, terutama dalam hal ini skema pembagian nafkah untuk anak hasil dari perkawinan, rinciannya sebagai berikut:

1. Baik ibu atau Bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan memberikan keputusannya;

2. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memberikan kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut;

3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri-istri.

 

Etika Cerai Dalam Islam

Sebagaimana norma yang berlaku ketika kedua belah pihak telah sepakat untuk berpisah, maka beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam etika bercerai dalam islam diantaranya:

1. Mengeluarkan talak satu terlebih dahulu, sehingga memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk mediasi, tidak gegabah untuk sampai pada talak tiga;

2. Pisah ranjang, agar keduanya dapat berfikir dengan jernih;

3. Tidak saling mengumbar aurat setelah jatuh talak;

4. Istri dalam keadaan suci, sebagai persiapan masa iddah; dan

5. Menutup aib masing-masing;

***

Perceraian memang bukan hal mudah, namun kami siap memberikan pandangan hukum mengenai persoalan cerai Anda. Silakan hubungi kami melalui:

Hotline : 0811109245 / 081932741333

Email : info@kandaralaw.com

About Kandara Law

Kandara Law is a firm practice that exclusively deals with Foreigner and Family law, so you can be assured that whatever your situation, it will be familiar to us. Kandara law specialists offer unrivaled advice, support, and assistance which, combined with exceptional care and empathy, places you in safe hands. Kandara Law serves clients internationally and nationally.