Apa Itu Prenuptial Agreement di Indonesia?

Realita pasangan yang ketahuan aslinya setelah menikah, kerap kali dijumpai dari berita media. Bahwasanya ketika dihadapkan dengan tanggung jawab, komitmen dan tuntutan, tidak jarang salah satu pihak dari pasangan tersebut merasa belum siap dan cenderung manipulatif.

Banyak hal yang perlu didiskusikan berdua pada saat sebelum menikah, seperti misalnya tempat tinggal setelah menikah, cara mendidik anak, keuangan, pembagian tugas rumah tangga dan masih banyak lagi. Namun perkara ini sering terlewatkan dan sungkan untuk mencari tahu apa pandangan pasangan.

Problematika ini bukan sebuah hal yang baru dalam kehidupan berumah tangga, lantas bagaimana langkah solutif untuk melindungi diri atas hal tersebut?

Perjanjian Pranikah salah satunya, perjanjian pranikah biasa disebut dengan Prenuptial Agreement. Apakah Prenuptial Agreement dapat mengakomodir semua kebutuhan tersebut? Simak pembahasannya berikut ini.

Apa Itu Prenuptial Agreement?

prenuptial agreement indonesia

Prenuptial Agreement diatur dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang menyebutkan bahwa “Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut” (Pasal 29)

Perjanjian tersebut tentunya harus mengikuti kaidah norma yang berlaku dan tidak melanggar batasan hukum demi mendapatkan pengesahan, dan mulai berlaku pada saat perkawinan dilangsungkan. Apabila disepakati bersama untuk perubahan isi dari Prenuptial Agreement, dan selama itu tidak merugikan pihak ketiga maka perjanjian pranikah dapat diubah sesuai dengan kebutuhan.

 

UU Mengenai Prenuptial Agreement atau Perjanjian Pranikah di Indonesia

uu prenuptial agreement atau perjanjian pranikah di indonesia

Regulasi yang mengatur mengenai Prenuptial Agreement seperti yang sudah disebutkan sebelumnya ialah Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Dimana didalamnya terdapat ketentuan apa saja yang dapat dimasukan kedalam substansi dari Prenuptial Agreement.

Selain itu KUHPerdata juga menyebutkan mengenai Hak dan Kewajiban Suami Isteri pada pasal 103 sampai pasal 118, Harta Bersama dari pasal 119 sampai pasal 125, pembagian harta bersama pasal 126 sampai pasal 138. Segmentasi perjanjian perkawinan juga menjadi bagian dari pembahasan KUHPerdata.

Tambahan lagi, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 yang menyambut baik pasangan yang sudah menikah untuk membuat perjanjian perkawinan, yang tercantum pula pada Pasal 47 Kompilasi Hukum Islam (KHI) dimana perjanjian perkawinan dibuat baik sebelum perkawinan maupun selama perkawinan berlangsung.

 

Hal yang Diatur Dalam Perjanjian Pranikah

hal-hal yang diatur dalam prenuptial agreement perjanjian pranikah di indonesia

Unsur-unsur substansial yang termuat dalam Prenuptial Agreement pada umumnya mengikuti ketentuan yang termaktub didalam Undang-Undang Perkawinan, diantaranya:

1. Hak dan Kewajiban Suami Isteri

Segmen ini berisi kepatutan yang wajib dimaknai oleh kedua belah pihak dalam memikul tanggungjawab yang luhur, tanpa melupakan kedudukan hak dari masing-masing pihak. Bagian ini mengatur pula tentang peran suami sebagai kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga, yang memangku tugas untuk memberikan perlingdungan dan memenuhi keperluan rumah tangga.

Bukan hanya perihal kewajiban untuk saling mencintai, namun juga lebih kepada memberikan arahan tentang bagaimana berperilaku di masyarakat, hingga perundingan mengenai kediaman bersama. Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing, maka dapat mengajukan gugutan kepada Pengadilan.

2. Harta Benda

Pembahasan mengenai harta adalah topik populer yang sering terlintas dibenak masyarakat ketika berbicara mengenai perjanjian pernikahan, yaitu terkait harta bersama dan harta bawaan. Fungsi dari Prenuptial Agreement ialah memberi kejelasan mengenai pisah harta, distribusi pendapatan hingga konsekuensi atas hutang yang muncul saat menikah dan sebelum menikah.

Harta bersama ialah harta benda yang diperoleh selama perkawinan, dimana suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak dalam pengelolaannya. Apabila terjadi perceraian, maka harta bersama dapat diatur pembagiannya.

Harta bawaan merupakan harta yang diperoleh dari masing-masing pihak sebelum melangsungkan pernikahan seperti misalnya hadiah atau warisan, harta bawaan ini berada dibawah kuasa masing-masing pihak dimana mereka dapat melakukan perbuatan hukum terhadap harta bawaannya sendiri, sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

3. Kesepakatan Bersama

Unsur ini dibuat atas dasar kesepakatan bersama, seperti misalnya kebiasaan yang harus dilakukan sepanjang pernikahan, penanggulangan apabila terjadi prahara rumah tangga, pola asuh dan pendidikan anak, dan masih banyak lagi yang dapat Anda cantumkan pada bagian ini.

Banyak kalangan selebriti yang membuat Prenuptial Agreement yang memuat hal-hal unik pada bagian ini, misalnya kebiasaan saat ulang tahun pernikahan, atau hak asuh anak apabila terjadi perceraian.

Harta Bersama Dalam Perjanjian Pranikah

Seperti halnya yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa Prenuptial Agreement memuat poin mengenai harta benda, salah satunya yakni harta bersama, dimana pengertiannya menurut KUHPerdata ialah harta benda yang diterima selama masa pernikahan.

harta bersama dalam pasal 121 KUHPerdata meliputi semua utang yang dibuat oleh masing-masing suami isteri, baik sebelum perkawinan maupun selama perkawinan. Begitu pula dengan keuntungan dan kerugian yang diperoleh selama perkawinan, hal tersebut juga tergolong kedalam harta bersama.

Suami tidak boleh memberikan atau menghibahkan harta bersama kepada anak-anak yang lahir bukan dari perkawinan suami isteri tersebut, seperti halnya barang-barang tak bergerak yang didapat bersama saat pernikahan berlangsung, sebagian maupun keseluruhan harta bersama mereka.

Harta bersama akan bubar secara hukum apabila terjadi sebab berikut (Pasal 126 KUHPerdata):

1. Karena kematian;

2. Karena perkawinan atas izin hakim setelah suami atau isteri tidak ada;

3. Karena perceraian;

4. Karena pisah meja dan ranjang; dan

5. Karena pemisahan harta.

Apabila seperti itu maka kekayaan bersama akan dibagi dua antara suami dan isteri, dan atau antara para ahli waris mereka, tanpa mempersoalkan dari pihak mana barang-barang tersebut berasal.

Lain cerita apabila pasangan ini memiliki Prenuptial Agreement, dimana pada perjanjian pranikah telah memetakan rincian pembagian harta bersama ketika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi dalam rumah tangga mereka.

 

Syarat Pembuatan Perjanjian Pranikah

Agus Purnomo dkk dalam bukunya Dinamika Hukum Perjanjian Perkawinan di Indonesia, menyebutkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dan KUA dapat melegalisasi perjanjian pranikah apabila telah memenuhi syarat formil dan materiil.

Syarat formil meliputi tata cara pembuatan akta otentik dan saat berlakunya perjanjian perkawinan, akta tersebut harus dibuat dihadapan notaris. Kemudian, syarat materiil berkaitan dengan isi dari perjanjian pranikah tersebut agar sah dan berlaku mengikat. Kemudian terdapat syarat subyektif, yang menyangkut pribadi dari pihak pembuat perjanjian pranikah tersebut.

Akta Prenuptial Agreement memiliki kekuatan hukum dan mengikat para pihak baik suami, isteri maupun pihak ketiga setelah legalisasi oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama.

 

Bolehkah Perjanjian Pranikah Dibuat Setelah Menikah?

bolehkah perjanjian pranikah dibuat setelah menikah

Jawabannya tentu saja BOLEH. Perjanjian tersebut akan memiliki identitas sebagai Postnuptial Agreement.

Sebelumnya perjanjian perkawinan dibuat pada masa sebelum dilangsungkan perkawinan seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974.

Namun hal ini berubah setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015, yang pada akhirnya memperbolehkan perjanjian perkawinan dibuat dan dimiliki oleh pasangan yang sudah menikah dan masih melangsungkan biduk rumah tangganya tersebut.

 

Alasan Pentingnya Perjanjian Pranikah

1. Pemisah Harta

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, harta yang didapatkan semasa pernikahan dianggap sebagai harta bersama, fungsi dari Perjanjian Pranikah disini ialah untuk memberi batasan yang jelas mengenai peruntukan harta bersama. Ketika terjadi perceraian maupun kebangkrutan, maka acuan yang akan dirujuk ialah perjanjian pranikah tersebut.

2. Aspek Perlindungan

Ketika Anda menikah dengan warga negara asing dan tidak memiliki perjanjian perkawinan yang mencantumkan pisah harta, maka dipastikan Anda tidak akan berhak terhadap Hak Milik dan Hak Guna Bangunan atas tanah dan properti. Lahirnya Putusan MK Nomor 69/PUU-XIII/2015 ialah akibat dari upaya perlindungan terhadap hak asasi individu atas kepemilikan harta benda apabila ia menikah dengan warga negara asing.

Selain itu, fungsi perlindungan sebagai tindakan mitigasi risiko apabila terjadi kebangkrutan kepada suami, isteri, maupun anak hasil dari pernikahan tersebut. Kemudian melindungi dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti KDRT, perselingkuhan dan lain-lain.

Baca Juga: Ini Aturan Hukum Gugat Cerai Ketika Suami atau Istri Selingkuh

3. Pihak Ke Tiga

Didalam perjanjian pranikah dapat pula mengatur mengenai pihak ke tiga seperti pemberi kredit, maka suami istri yang hendak berhutang dapat menginformasikan mengenai Akta otentiknya kepada kreditur. Sehingga mereka akan menagihkan langsung kepada salah satu pihak yang berhutang.

Kasus lain ialah ketika pernikahan beda negara antara WNI dengan WNA yang akan membeli properti, dimana wajib memiliki perjanjian pranikah agar pihak pengembang properti paham bahwa harta pasangan tersebut terpisah, dan pasangan yang berkewarganegaraan Indonesia tersebut bisa mendapatkan hak berupa sertifikat tanah atau bangunan.

 

Cara Membuat Prenuptial Agreement atau Perjanjian Pranikah

cara membuat perjanjian pranikah atau prenuptial agreement

Alur pembuatan perjanjian perkawinan saat ini ialah sebagai berikut:

1. Diskusikan terlebih dahulu gambaran mengenai apa yang akan dicantumkan dalam akta perjanjian perkawinan;

2. Anda dapat juga mengajak pengacara yang paham betul mengenai hukum keluarga, agar kemudian Anda mendapatkan gambaran tentang norma hukum dari pembuatan perjanjian perkawinan tersebut;

3. Menghadap ke Notaris untuk menyepakati perjanjian perkawinan yang dibuat oleh pasangan;

4. Notaris melakukan pengecekan isi perjanjian perkawinan, selanjutnya menerbitkan akta otentik tersebut;

5. Lakukan pengecekan atas Akta yang telah terbit ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil bagi pasangan non-muslim dan Kantor Urusan Agama bagi pasangan muslim;

6. Pejabat dinas berwenanng akan meneliti substansi dari Akta, agar tidak ada klausul yang bertentangan dengan norma dan aturan yang berlaku; dan

7. Penerbitan form legalisasi dari dinas terkait, kemudian Akta dinyatakan legal dan mengikat kedua belah pihak bahkan pihak ketiga sekaligus.

Selain dengan Akta Notaris, perjanjian perkawinan dapat pula dibuat dengan surat perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pengawas Pencatat Perkawinan, sehingga disarankan kepada Anda untuk menghubungi Pengacara yang mumpuni akan perihal ini.

 

Akibat Hukum dari Perjanjian Pranikah

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjelaskan bahwa perjanjian perkawinan merupakan upaya dari pasangan suami istri untuk mengatur hal-hal yang tidak dimuat dalam perundang-undangan. Dimana ketentuan didalamnya bersifat mengikat bagi phak yang tercantum pada perjanjian perkawinan tersebut.

Klausul pisah harta didalamnya mengakibatkan tidak terdapat persekutuan harta benda persekutuan untung dan rugi, persekutuan hasil dan pendapatan, hutang serta percampuran apapun dengan tegas ditiadakan antara suami dan istri. Apabila perjanjian perkawinan didaftarkan dan jika suami istri memiliki hutang dengan pihak ketiga maka pembayarannya menyesuaikan dengan perjanjian kawin tersebut, dimana kreditur dapat menagih pelunasan hutang dengan pihak yang mempunyai hutang tersebut yaitu suami atau istri.

 

Aspek Krusial dalam Pembuatan Perjanjian Pranikah

Argumen yang menyudutkan bagi pasangan dengan perjanjian pranikah contohnya, pertama ialah pihak wanita yang materialistis hanya mementingkan kekayaan, padahal kesepakatan pisah harta dalam prenuptial agreement memiliki unsur perlindungan agar baik itu suami maupun istri tidak jatuh tertimpa tangga menghadapi kemungkinan buruk yang terjadi perihal perekonomian keluarga.

Kedua, terkesan seperti kawin kontrak, padahal perjanjian pranikah tidak mengindikasikan semua pasangan yang memilikinya akan putus ditengah jalan, karena tujuannya ialah untuk harmonisasi hak dan kewajiban suami maupun istri.

Maka dari itu perlu dipahami apa saja aspek krusial yang mendasari pembuatan perjanjian pranikah ini, diantaranya yaitu:

1. Transparency (Keterbukaan)

Ada banyak hal yang harus Anda diskusikan dengan pasangan sebelum menikah, seperti misalnya skema anggaran maupun political opinion. Hal inilah yang dinamakan transparansi, saling terbukanya kedua insan yang memutuskan untuk menghabiskan sisa hidup mereka secara bersama. Anda dapat menerapkan hal ini saat tahapan diskusi mengenai isi perjanjian pranikah, pikirkan berdua mengenai rencana masa depan hingga penanggulangan dampak bencana rumah tangga.

2. Willingness and (Kesediaan)

Bermula dari kemauan hingga berujung pada kesepakatan antara kedua belah pihak baik itu suami maupun istri yang menjadi subjek sebagai pihak pembuat prenuptial agreement tersebut. Hal ini didukung oleh Pasal 1320 KUHPerdata yang menentukan empat syarat sahnya perjanjian, dimana salah satunya adalah kata sepakat (konsensus).

3. Substance (Isi)

Setelah keduanya telah saling terbuka dan sepakat, maka pasangan disarankan untuk mulai membahas mengenai apa saja yang akan dituangkan dalam prenuptial agreement. Seperti yang telah menjadi contoh sebelumnya, yakni tentang hak dan kewajiban, porsi pembagian harta, ketentuan mengenai hutang, pola asuh anak, sampai kebiasaan unik memperingati hari jadi pernikahan.

4. Objective (Objektifitas)

Hal ini berhubungan dengan syaraf objektif dari suatu perjanjian, yang mana berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata isi dari perjanjian haruslah terdiri dari perihal tertentu dan kausa halal atau kausa yang diperbolehkan. Kemudian isi dari perjanjian pranikah haruslah berlaku adil bagi kedua belah pihak.

5. Legalization (Pengesahan)

Notaris sebagai pejabat pembuat akta otentik dari perjanjian perkawinan diperlukan campur tangannya, dimana akta tersebut wajib dibuat dan dibacakan serta ditandatangani di depan Notaris. Selanjutnya dibutuhkan pendaftaran akta kepada petugas Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama setempat, agar akta tersebut mendapatkan pengesahan dan diakui.

***

Jika Anda perlu konsultasi lebih lanjut mengenai perjanjian perkawinan, silakan hubungi kami melalui:

Hotline : 0811109245 / 081932741333

Email : info@kandaralaw.com

hubungi Kandara Law

About Kandara Law

Kandara Law is a firm practice that exclusively deals with Foreigner and Family law, so you can be assured that whatever your situation, it will be familiar to us. Kandara law specialists offer unrivaled advice, support, and assistance which, combined with exceptional care and empathy, places you in safe hands. Kandara Law serves clients internationally and nationally.